Sementara beberapa negara mulai beralih ke Linux, pemerintah Indonesia justru memperkokoh pemakaian Microsoft. Ini menunjukkan tiadanya konsep dan arah dalam pengembangan industri teknologi informasi di sini, khususnya dalam mencapai kemandirian.
Pekan lalu, Departemen Komunikasi dan Informatika dan PT Microsoft Indonesia menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) berkaitan penerapan penggunaan piranti lunak legal Microsoft. Dengan nota itu, Depkominfo yang merupakan ujung tombak teknologi informasi, menggelar karpet merah bagi ketergantungan pada perusahaan raksasa software Amerika itu.
Ketiadaan visi tak hanya menghinggapi kementrian. Tapi, bahkan orang nomor satu negeri ini. Penandatanganan MoU tadi merupakan tindak lanjut pertemuan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Chairman Microsoft Corporation, Bill Gates tanggal 27 Mei 2005 lalu di Redmond.
Langkah tadi merupakan kebalikan dari saran kalangan pengusaha dan pelaku bisnis warung internet yang belum lama ini mendesak pemerintah agar membudayakan penggunaan program Linux dan meniadakan secara bertahap pemanfaatan program Microsoft pada komputer karena hal ini bisa menghemat dana pemerintah maupun perusahaan Indonesia.
Menggunakan sistem operasi komputer maupun piranti lunak Microsoft sangat mahal, sementara Linux gratis. Sebagai contoh, sebuah rumah sakit di Surabaya harus membayar lisensi kepada Microsoft sekitar Rp 2 miliar setiap tahun. Tak hanya itu. Microsoft bersifat tertutup, sementara Linux bersifat "open source", artinya kita tak tergantung hanya pada satu vendor saja. Penggunaana Linux juga akan merangsang industri software.
Berbeda dengan Indonesia, Pemerintah Jepang bermaksud untuk mengalihkan sejumlah komputer pemerintah ke sistem pengoperasian Linux gratis dan mengurangi ketergantungannya pada Microsoft Windows. Seorang pejabat Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang mengatakan piranti lunak open source seperti Linux sebagai sebuah "pilihan penting" dalam belanja negara.
Meski Linux baru digunakan 10% komputer dunia, popularitasnya terus menanjak. Belum lama ini, perusahaan dari berbagai negara Asia seperti Jepang, China dan Korea Selatan sepakat bekerjasama membuat sistem operasi Linux versi Asia.
Ini merupakan cerita sedih lain bagi Indonesia. Para pejabat yang tidak bervisi memilih menciptakan ketergantungan pada perusahaan multinasional ketimbang mempromosikan kemandirian.*